Selasa, 14 Agustus 2018

ARAK OBOR ASIAN GAMES 2018

Rute Pawai Obor Asian Games 2018 di IndonesiaArak-arakan obor Asian Games 2018 di Lanud Adisutjipto, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (17/7/2018). Obor Asian Games 2018 yang diambil dari India tiba di Yogyakarta menggunakan pesawat boeing 737-500 TNI AU dengan kawalan lima pesawat tempur T-50i.
Pembukaan Asian Games 2018 yang akan berlangsung di Jakarta dan Palembang tinggal sebulan lagi. Guna menyambutnya, pelaksanaan kirab obor Asian Games telah dimulai. Proses penyalaan obor sudah dilakukan pada Minggu (15/7/2018). Sumber api kirab obor diambil dari api abadi Asian Games yang tersimpan di Stadion Nasional Dhyan Chand, New Delhi, India, yang menjadi arena pelaksanaan perdana 1951. Selanjutnya, obor akan tiba di Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah, pada 18 Juli dan memulai perjalanannya ke 53 kota yang berada di 18 provinsi.

Bukan hanya untuk perayaan Asian Games, kirab obor ini juga diharapkan dapat menjadi  kesempatan pemerintah pusat maupun daerah yang akan dilalui kirab obor untuk mengenalkan budaya serta tempat wisata daerah setempat kepada dunia. “Melihat rute torch relay yang melintasi seluruh pulau di Nusantara, saya yakin Asian Games 2018 akan punya dampak luas untuk juga mensosialisasikan eksplorasi budaya dan pariwisata Indonesia sehingga masyarakat dunia akan tahu lebih jauh tentang negeri kita. Ini bisa berdampak positif bagi peningatan jumlah wisata mancanegara di Indonesia dan meningkatkan perekonomian rakyat,” Ucap Erick Thohir selaku ketua INASCOG

Berikut perjalanan obor Asian Games di Indonesia 17 - 19 Juli, DI Yogyakarta - Mrapen – Simpang Lima - Prambanan - Solo 19 - 21 Juli, Blitar – Kepanjen – Malang - Bromo - Probolinggo – Situbondo – Bondowoso 21 - 23 Juli, Banyuwangi 23 - 24 Juli, Gilimanuk – Kuta - Denpasar – GWK (Garuda Wisnu Kencana) 24 - 25 Juli, Mataram 26 - 28 Juli Raja Ampat – Sorong 28 - 30 Juli Tanjung Bira – Makassar 30 - 31 Juli Banjarmasin 31 Juli Banda Aceh 31 Juli - 1 Agustus, Danau Toba 1 - 2 Agustus, Pekanbaru 2 - 3 Agustus, Bukit Tinggi 3 Agustus, Jambi 4 - 7 Agustus, Palembang, Banyuasin, Pematang Hilir, Prabumulih, JSC, Ogan Ilir 8 -9 Agustus, Bandar Lampung 9 - 10 Agustus, Serang 10 - 13 Agustus, Kabupaten Purwakarta, Bandung, Garut 13 - 15 Agustus, Cianjur - Bogor 18 Agustus, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta

Selasa, 07 Agustus 2018

HEADLINE NEWS

HEADLINE: Guncangan Kedua Lebih Kuat, Gempa Lombok Fenomena Luar Biasa?Bangunan Rusak Gempa Lombok

    Kawasan Lombok dan sekitarnya diguncang dua gempa hebat dalam sepekan. Gempa pertama, yang terjadi pada Minggu, 29 Juli 2018 dengan kekuatan 6,4 Skala Richter, ternyata bukanlah klimaks. Hanya berjarak sepekan, pada Minggu malam, 5 Agustus 2018, lindu kembali mengguncang wilayah yang sama dengan kekuatan lebih besar, yakni 7 Skala Richter.
   Ini fenomena yang jarang terjadi dalam bencana gempa karena kekuatan gempa kedua lebih besar dari gempa pertama. Yang umum diketahui, gempa susulan selalu punya kekuatan lebih rendah. 

   Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kemudian menyatakan gempa berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang Kabupaten Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada pukul 18.46 WIB adalah gempa utama (mainshock). Sementara gempa 6,4 SR adalah awalan atau foreshock.
"Itu agak luar biasa kalau menurut saya. Memang agak mengejutkan, di tempat yang sama, hanya berjarak satu minggu, antara foreshock dan mainshock berdekatan, dan besarnya (gempa utama) itu 10 kali lipat," ujar mantan Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Surono, Senin (6/8/2018) petang.
   Pria yang karib disapa Mbah Rono itu menyebut, gempa pertama Lombok adalah gempa awalan. Sementara gempa utama adalah yang kedua pada 5 Agustus yang diikuti dengan sejumlah gempa susulan yang lebih kecil, untuk menyeimbangkan patahan-patahan.
   "Kita memang tidak bisa memprediksi berapa kuat gempa awalan serta jumlah gempa susulan. Yang bisa kita lihat, jika jumlah dan energi gempa susulan sudah menurun, dia sudah mengunci energi untuk dikeluarkan pada gempa lain di masa yang akan datang," jelas mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) itu.

   Hal itu dibenarkan Danny Hilman Natawijaya, peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dia mengatakan, rentetan gempa yang komplet itu ada foreshock, mainshock dan aftershock. Jadi, ada gempa pembuka atau gempa pendahuluan, gempa utama, lalu gempa susulan.
   "Tapi, gempa yang pendahuluan atau foreshock itu tidak selalu ada, jadi langsung mainshock atau gempa utama, terus susulan. Nah, yang kemarin (gempa Lombok 5 Agustus 2018) ini kasusnya lain dari yang lain. Didahului dengan yang pembuka dulu, baru utamanya atau yang besarnya baru keluar," jelas Danny kepada Liputan6.com.
   Dengan kata lain, kata dia, mainshock itu umumnya terjadi di gempa pertama yang berkekuatan besar. Dan itu bisa diketahui dari gempa yang terjadi pada titik yang sama. Namun, lagi-lagi kita memang tak bisa mengetahui mana gempa awal atau utama sebelum semua energi dilepaskan.
   "Jadi, kita tidak akan tahu bahwa itu foreshock sebelum yang gedenya keluar, jadi kita memang enggak bisa tahu," tegas Danny.
   Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena dua kali gempa di Lombok itu bukan hal yang umum terjadi, kendati bukan berarti tidak pernah.

   "Ada gempa pendahuluan dulu kemudian baru ada utamanya. Tapi itu tidak sering, itu lebih banyak terjadi gempa utama kemudian baru ada gempa susulan. Tapi sekali lagi, yang namanya alam itu kita tidak bisa menebak sebelum ada gempa berikutnya, jadi harus menunggu gempa itu terjadi dulu," jelas Dwikorita kepada Liputan6.com.
   Dia mengatakan, gempa itu memiliki tiga tipe. Yang paling sering terjadi itu tipe di mana gempa utama tinggi kemudian diikuti dengan gempa susulan. Secara alamiah begitu, semakin mengecil semakin melemah.
   "Namun, ada kondisi-kondisi di alam itu tidak semuanya sama dan seragam. Tipe yang kedua adalah tidak ada gempa utama, tapi diikuti gempa susulan. Selang beberapa waktu di lokasi yang sangat berdekatan dan hampir sama di patahan yang sama mengalami penguatan gempa yang kurang lebih sama," jelas dia.
   Dia mencontohkan sesar Flores yang sebelumnya mengalami gempa yang lebih kuat terus diikuti dengan gempa susulan yang semakin melemah. Gempa ini baru bisa disimpulkan setelah keseluruhan gempa melepaskan energinya.

   "Jadi, itu harus terjadi dulu, baru kita bisa menyimpulkan. Berarti yang kemarin itu (gempa pertama Lombok) masih pendahuluan, karena di lokasi patahan yang sama, kemudian terjadi gempa kuat berikutnya," ucap Dwikorita.
   Gempa tipe ketiga, kata dia, adalah gempa yang terjadi di awal dan susulannya punya kekuatan yang sama. "Kekuatan gempa ini biasanya tidak tinggi, skalanya tidak begitu besar," tegas mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Selasa, 24 Juli 2018


Hasil gambar untuk sumba
 
Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara TimurIndonesia. Luas wilayahnya 10.710 km², dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudra Hindiaterletak di sebelah selatan dan barat.
  Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini sendiri terdiri dari empat kabupaten: Kabupaten Sumba BaratKabupaten Sumba Barat DayaKabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota terbesarnya adalah Waingapu, ibukota Kabupaten Sumba Timur. Kota tersebut juga terdapat bandar udara dan pelabuhan laut yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia seperti Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Timor.
  Sebelum dikunjungi bangsa Eropa pada 1522, Sumba tidak pernah dikuasai oleh bangsa manapun. Sejak 1866, pulau ini dikuasai oleh Hindia Belanda dan selanjutnya menjadi bagian dari Indonesia.
  Masyarakat Sumba secara rasial merupakan campuran dari ras Mongoloid dan Melanesoid. Sebagian besar penduduknya menganut kepercayaan animisme Marapu dan agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Kaum muslim dalam jumlah kecil dapat ditemukan di sepanjang kawasan pesisir.

Berenang di Danau Malaikat: Laguna Weekuri

Di danau surga ini, warna air kebiruan berubah menjadi emas saat matahari terbenam – momen ajaib yang pastinya tak ingin Anda lewatkan!

Dipisahkan oleh tebing, kolam pasang surut dengan dasar berpasir ini hanya berjarak 20 meter dari laut. Airnya yang sejuk sangat cocok untuk berenang.

Photo via hendrik.tjung_

Duduklah di bawah salah satu pohon rindang sambil mencelupkan kaki ke airnya yang dingin dan kagumi keindahan sekitarnya. Seperti banyak permata tersembunyi di pulau ini, Anda tidak akan menemukan banyak orang di sini.



SAVANA DI SUMBA
Tanah Sumba memang dianugerahi pesona alam yang berbeda dengan keindahan lainnya di Indonesia. Kondisi tofografi alamnya yang didominasi oleh rangkaian pegunungan dan perbukitan kapur, menjadikan alam di Sumba Timur yang unik dan eksotik ini berbeda dengan kabupaten lainnya di NTT. Pesona tersebut terhampar luas di Savana Bukit Wairinding dan savana Puru Kambera.

Mengunjungi tanah Sumba Timur Anda akan merasa menemukan sekeping surga yang terhampar diantara perbukitan dan hijaunya rumput liar. Itulah Savana Bukit Wairinding dan Savana Puru Kambera. bahkan di savana Puru Kambera telah menjadi surga bagi sekelompok kuda liar khas Sumba Timur. 

Savana Bukit Wairinding mulai ramai dikunjungi para pelancong sejak menjadi salah satu lokasi syuting film yang disutradarai oleh Mira Lesmana dalam film Pendekar Tongkat Emas. Savana ini memang memiliki lanskap perbukitan yang sangat indah. Savana Wairinding terletak di Desa Pambota Jara, Kecamatan Pandawai atau sekitar 30 menit perjalanan dari pusat kota Sumba Timur, bukit ini terlihat menakjubkan dengan vegetasi padang rumputnya yang luas.

Lanskap Bukit Wairinding yang begitu elok dan sangat mempesona, membuat mata para pengunjung seperti tak ingin berkedip dibuatnya. Hamparan padang savana yang terhampar luas itu akan berwarna kuning saat musim kemarau dan sebaliknya berwarna hijau pada musim penghujan.

Mengunjungi Bukit Wairinding di kedua musim tersebut pastinya akan memberikan kesan yang berbeda. Jika pengunjung datang di musim kemarau, yakni antara Bulan Juli hingga Bulan Oktober maka suasana alam di sana akan terasa seperti berada di Afrika, lengkap dengan padang savananya yang eksotik. Lain halnya jika pengunjung datang di musim penghujan, suasana layaknya di perbukitan New Zealand akan Anda rasakan setibanya di bukit ini.

Bukit Wairinding merupakan tempat yang tepat bagi para pengunjung yang ingin menikmati kesunyian, keheningan dan keindahan yang masih sangat alami. Selain lanskap perbukitannya yang eksotis, keindahan bukit ini pun terasa lengkap dengan adanya sekumpulan anak-anak lokal di Wairinding yang hampir setiap harinya terlihat bermain di sekitar area perbukitan.

Akses menuju Wairinding relative mudah, terletak sekitar 25 km dari pusat Kota Waingapu, bagi para pengunjung yang hendak mengunjungi bukit indah ini dapat menggunakan jasa travel, bis umum atau apabila ingin lebih fleksibel dapat menyewa kendaraan bermotor di Waingapu. Untuk tarif sewa mobil berkisar antara 500.000-600.000 sudah sepaket dengan drivernya, sedangkan untuk penyewaan motor harga sewanya sekitar 100.000 rupiah per harinya.

Kondisi jalan menuju lokasi Wairinding sangatlah bagus, sudah beraspal halus meskipun jalannya berkelok-kelok. Anda akan melewati jalan trans Sumba Waingapu-Waikabubak yang dikenal dengan “Letter S” karena topografinya yang berkelok-kelok. Kurang lebih sekitar 30-45 menit lamanya berkendara, Anda akan sampai ke lokasi.

Sesampainya di sana, pengunjung dapat memarkirkan kendaraannya di lahan parkir yang tersedia di sekitar warung yang sekaligus menjadi tempat tinggal masyarakat setempat. Dari situ, pengunjung masih harus berjalan kaki mendaki bukit yang berada di belakang warung kurang lebih 500 m.

Savana Puru Kambera

Savana yang tidak kalah eksotisnya di Sumba Timur adalah Puru Kambera, namun nama tersebut lebih dikenal oleh para pelancong sebagai suatu nama dari sebuah pantai yakni Pantai Puru Kambera. Padang savana ini memiliki vegetasi khas Sumba lengkap dihiasi dengan sekumpulan kuda di alam liarnya.

Sebenarnya wisata utama di Puru Kambera adalah wisata pantainya yang cukup luas dengan hamparan pasir putihnya yang sangat halus. Jarak dari pantai ke padang savana Puru Kambera adalah sekitar 2-3 km. Namun tak hanya keindahan pantainya saja, padang savana yang berada di tengah perjalanan menuju lokasi pantai juga dapat dijadikan sebagai destinasi wisata alternatif bagi kalian yang hendak mengeksplorasi keindahan alam Sumba Timur.

Savana Puru Kambera kerap dijadikan destinasi utama bagi para pengunjung yang ingin melihat tingkah laku kuda liar Sumba di alam bebas. Gerombolan kuda Sumba akan lebih sering terlihat di saat musim kemarau dibandingkan dengan musim penghujan. Hal tersebut dikarenakan pada musim kemarau, padang savana di Puru Kambera menjadi sangat kering sehingga kuda-kuda liar akan lebih aktif merumput di luar hutan untuk mencari makan. Kuda liar ini sangatlah peka, jadi bagi yang ingin mendekati lebih dekat lagi gerombolan kuda ini haruslah ekstra pelan-pelan agar mereka tidak langsung bergerak menjauh. Siapkan segera kamera Anda untuk mengabadikan momen langka tersebut.

Panorama alam berupa savana berwarna kuning keemasan dibalut dengan birunya langit menjadikan suasana di sekitar lokasi serasa berada di alam Afrika. Tak hanya itu saja, latar belakang hamparan biru laut dari kejauhan pun nampak kontras dengan warna kuning padang savana ketika musim kemarau dan hijau pada musim penghujan ini.

Puru Kambera berjarak sekitar 25 km dari pusat Kota Waingapu dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi ataupun sewa. Waktu tempuhnya sekitar 1 jam perjalanan. Tidak ada angkutan umum yang menuju ke tempat ini. Bagi pengunjung di luar Waingapu, dapat menggunakan jasa ojek